Selamat Datang di Blog saya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kamis, 08 April 2010

LESSON STUDY SEBAGAI MODEL PEMBINAAN GURU UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS

LESSON STUDY SEBAGAI MODEL PEMBINAAN GURU
UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS

Oleh: Dr. Tjipto Subadi, M.Si

A.Pendahuluan
Lesson Study adalah belajar mengajar secara kolaboratif dan berkelanjutan dari sekelompok guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dadan Rosana, Jaslin Ikhsan, Triatmanto, (2006: 1) menjelaskan bahwa Lesson study adalah suatu kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan adanya proses kolaboratif dari sekelompok guru yang secara bersama-sama merencanakan langkah-langkah pembelajaran termasuk metode, media dan instrumen evaluasinya. Sedangkan menurut Sukirman (2006: 2) menjelaskan bahwa Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Fernandez & Yoshida (dalam Bambang Subali dkk, 2006: 1) menerangkan bahwa lesson study sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu.
Kegiatan lesson study ini berlangsung dengan cara; perencanaan bersama, kemudian salah seorang guru melakukan praktek pembelajaran, guru yang lain sebagai observer (mengamati proses pembelajaran tersebut), setelah selesai pembelajaran dilanjutkan diskusi/evaluasi bersama terhadap praktek pembelajaran tersebut, dan kemudian memperbaiki perencanaan bila ada yang kurang tepat, berikutnya praktek pembelajaran berikutnya, dan seterusnya.
Hasil evaluasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya sekaligus untuk berbagi pengalaman dan temuan dari hasil evaluasi tersebut pada guru lain, dengan demikian lesson study cukup efektif untuk digunakan sebagai salah satu bentuk pembinaan pengembangan kompetensi guru.
Lesson Study bukan suatu metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson Study dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi pendidik.
Lesson study sebagai proses pelatiahan profesionalitas guru merupakan pelatihan yang bersifat siklus, diawali dengan: (1) eksplorasi akademik terhadap materi ajar, strategi pembelajaran, alat-alat pelajaran, dan alat penilaian; (2) membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dilanjutkan (3) pelaksanaan pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat sebagai observer dan supervisor (4) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, diskusi dengan para observer dan supervisor. Oleh karena itu, implementasi program lesson study perlu dimonitor dan dievaluasi sehingga akan diketahui bagaimana keefektifan, keefesienan dan perolehan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

B.Lesson Study
Lesson study sebagai salah satu kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas pembelajaran berasal dari bahasa Jepang Jugyokenkyu yang oleh Fernandez & Yoshida diartikan sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Di sekolah-sekolah di Jepang kegiatan lesson study sebagai media untuk belajar dari pembelajaran yang merupakan (1)Inisiatif suatu sekolah atau guru untuk meningkatkan diri atau untuk memperoleh masukan atas pembelajaran inovatif yang telah dipikirkan/dilakukan, dengan cara membuka kelas bagi guru lain atau pengamat lain (2)Wahana belajar bagi guru/peserta lain (juga guru penampil sendiri)(3)Wahana bersejawat, berdiskusi/sharing pikiran untuk meningkatkan keprofesionalan mereka (4)Wahana berkolaborasi antara sekolah dengan universitas atau lembaga lain, kolaborasi antara guru dengan dosen atau pemikir pendidikan lainnya guna menghasilkan inovasi pembelajaran.
Di Jepang Lesson Study dilaksanakan dengan tiga tahapan utama dari lesson study yakni; (a)Tahap perencanaan (planning): pada tahapan ini secara kolaboratif (guru dengan guru atau guru dengan dosen atau guru dengan pemikir) menyusun suatu perencanaan pembelajaran yang inovatif sehingga dihasilkan suatu perencanaan pembelajaran (lesson plan) yang terbaik dan membantu siswa belajar dengan baik yang disusun berdasarkan pengalaman, hasil pengamatan, buku-buku atau sumber ide lainnya (b)Tahap implementasi (implementing/do): pada tahapan ini dilakukan pembagian tugas bagi pihak-pihak yang berkolaborasi untuk meimplementasikan lesson plan yang sudah disusun. Salah satu kolaborator berperan sebagai guru dan yang lainnya sebagai pengamat/observer yang melakukan pengamatan dengan menggunakan lesson plan sebagai acuan. Pada skala besar kegiatan implementasi ini dapat diikuti oleh guru atau pemerhati pendidikan lainnya di luar pihak-pihak yang berkolaborasi.
(c)Tahap refleksi (reflecting/see): pada tahap ini pihak-pihak yang berkolaborasi (atau dengan ditambah pengamat lainnya) duduk bersama untuk melakukan diskusi dalam bentuk sharing mengenai apa-apa yang baru saja mereka tangkap dan amati dari implemantasi lesson plan yang telah dilakukan.
Dengan melihat tahapan pelaksanaan kegiatan lesson study maka monitoring dan evaluasi yang dilakukan juga harus mengacu pada tahapan yang dilakukan. Penjelasan tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat Sukirman (2006: 2) dalam makalah Pelatihan Lesson Study guru-guru Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP se-Indonesia, mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan; (1) perencanaan (planning), (2) implementasi (action) pembelajaran dan observasi (3) refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
Mengenalkan lesson study yang berorientasi pada praktik, yang dilaksanakan dengan 3 tahap pokok tersebut di atas masing-masing tahap dikembangkan aspek-aspeknya, antara lain; (1) merencanakan pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alat-alat pembelajaran yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap Plan (2) melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta mengundang rekan-rekan sejawat untuk mengamati, kegiatan ini disebut tahap Do (3) melaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama pengamat/observer, kegiatan ini disebut tahap See.
Rancangan model tersebut di atas menurut Prof. H. Suparwoto, M.Pd dikembangkan dalan tiga model yaitu; (1) model koopertif, (2) model berdasarkan masalah, dan (3) model peningkatan langsung. Penjelasan beberapa model tersebut sebagaimana uraian di bawah ini.
1)Model Peningkatan Kualitas Kooperatif (Improvement Model of Quality of Co-Operative).
Model kooperatif ini memiliki beberapa unsur yaitu; (1) Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif (2) Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut (3) Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok (4) Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh (5) Anggota-anggota kelompk berlatih untuk mengevalusi pedapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman esama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat. Dari ke 5 unsur tersebut di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama.
2)Model Peningkatan Kualitas Berdasar Masalah (Improvement Model of Quality of Based on Problem).
Model peningkatan kualitas guru ini bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir di kalangan siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh sebab itu siswa dilibatkan dalam proses maupun perolehan produk penyelesaiannya. Dengan demikian model ini juga akan mengembangkan keterampilan berpikir lewat fakta empiris maupun kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang berulang-ulang ini dapat membina keterampilan intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated learner, artinya lewat pembelajaran model ini siswa harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau simulasi sehingga dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan atau orang dewasa.
Model ini tentu tidak dirancang agar guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi guru perlu berperan sebagai fasilitator pembelajaran dengan upaya memberikan dorongan agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan mengungkapkannya secara verbal.
3)Model Peningkatan Kualitas Langsung (Improvement Model of Quality of Direct).
Pembelajaran ini seringkali dianggap lebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini di dasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan ilmiah tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan procedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajaran ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain :
(1)pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal tersebut memilik dua keuntungan; (a) siswa dapat mencari sumber belajar lebih luas (internet atau buku bacaan yang lain), (b) waktu yang disediakan untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga lebih longgar
(2)untuk, Lesson Study beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perencanaan program selanjutnya.
Jika pelaksanaan pelatihan lesson stady mengacu pendapat Robinson (2006), ia mengusulkan delapan tahap pelaksanaan lesson study, yakni:
(1)Pemilihan topik lesson study (2)Melakukan reviu silabus untuk mendapatkan kejelasan tujuan pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang ada dalam buku pelajaran. Selajutnya bekerja dalam kelompok untuk menyusun rencana pembelajaran (3)Setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran menyajikan atau mempresentasikan rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang lebih baik (4)Guru yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran (5)Guru yang ditunjuk tersebut mempresentasikan rencana pembelajarannya di depan semua anggota kelompok lesson study untuk mendapatkan balikan, yang lain sebagai observer (6)Guru yang ditunjuk tersebut memperbaiki kembali secara lebih detail rencana pembelajaran dan mengirimkan pada semua guru anggota kelompok, agar mereka tahu bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan di kelas (7)Para guru dapat mempelajari kembali tentang rencana pembelajaran tersebut dan mempertimbangkannya dari berbagai aspek pengalaman pembelajaran yang mereka miliki, khususnya difokuskan pada hal-hal yang penting seperti : hal-hal yang akan dilakukan guru, pemahaman siswa, proses pemecahan oleh murid, dan kemungkinan yang akan terjadi dalam implementasi pembelajarannya (8)Guru yang ditunjuk tersebut melaksanakan rencana pembelajaran di kelas, sementara guru yang lain bersama dosen/pakar mengamati sesuai dengan tugas masing-masing untuk memberi masukan pada guru. Pertemuan refleksi segera dilakukan secepatnya kegiatan pelaksanaan pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari guru observer, dan akhirnya komentar dari dosen atau pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran sebagai peningkatan pembelajaran, jika mereka mengulang di kelas masing-masing atau untuk topik yang berbeda.

C.Lesson Study Berbasis PTK
Lesson Study sebagai penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan dalam beberapa macam. Mengacu pendapat Kemmis dan McTaggart (1997) ada tiga macam PTK, yakni PTK yang dilakukan secara individual, PTK yang dilakukan secara kolaboratif, dan PTK yang dilakukan secara kelembagaan.
(1)Lesson Study dalam Bentuk PTK yang Dilakukan Secara Individual.
Lesson study dalam PTK yang dilakukan secara individual, seorang guru/dosen yang melakukan PTK berkedudukan sebagai peneliti sekaligus sebagai praktisi. Sebagai peneliti, guru/dosen harus mampu bekerja pada jalur penelitiannya, yakni jalur menuju perbaikan dengan langkah-langkah yang dapat dipertanggung jawabkan dalam arti guru/dosen yang bersangkutan harus menjamin kesahihan data yang dihimpun sehingga mendukung objektivitas penelitian yang dilakukan serta ketepatan dalam menginterpretasi dan menarik kesimpulan hasil penelitian. Untuk itu dalam PTK yang dilakukan secara individual harus didukung oleh critical friend.
Critical friend yang tepat sangat membantu saat peneliti melakukan refleksi. Selain itu, critical friend juga dapat sebagai observer saat peneliti melakukan praktik pembelajaran sebagai praktisi. Bila tanpa critical friend ada yang mempertanyakan objektivitas penelitiannya.
Critical friend dipilih sesuai dengan keahlian atau kebutuhan. Oleh karena itu, critical friend dapat berganti-ganti orang sepanjang penggantian fungsional untuk membantu keberhasilan program lesson study yang dilaksanakan. Jika seorang pelaksana program lesson study sudah senior atau sudah terbiasa melakukan dan didukung sarana prasarana untuk peliputan data yang memadai seperti alat perekam dalam bentuk audio visual, maka dapat saja melibatkan critical friend untuk mengkritisi hasil-hasil yang dilaksanakan setelah ia menganalisis hasil perekaman. Dengan demikian, critical friend hanya dilibatkan pada saat refleksi dan sekaligus mengkritisi lesson study yang dilakukan. Bahkan, diharapkan critical friend juga mau mengadop bila hasilnya dinilai positif. Sebaliknya, bagi pemula, maka dapat melibatkan critical friend di setiap tahapan lesson study yang dilaksanakan, mulai dari pemilihan permasalahan, perencanaan, pelaksanaan, refleksi, sampai pada pelaporan.
2.Lesson Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kolaboratif
PTK dalam bentuk kolaboratif/kelompok melibatkan sekelompok guru/dosen, sehingga ada guru/dosen sebagai peneliti dan guru/dosen sebagai praktisi. Dapat pula kolaborasi dilakukan antara guru dengan dosen. Dalam kolaborasi antara guru dan dosen, permasalahan digali bersama di lapangan, dan dosen dapat sebagai inisiator untuk menawarkan pemecahan atas dasar topik area yang dipilih. Dalam hal ini validitas penelitian lebih terjamin karena ada posisi sebagai peneliti dan posisi sebagai praktisi.
3.Lesson Study berbasis PTK yang Dilakukan Secara Kelembagaan
Lesson study yang dilakukan dalam bentuk PTK individual/perorangan ataupun dalam bentuk PTK yang dilakukan secara kolaboratif/kelompok memiliki skop terbatas atau berfokus pada topik area yag sempit. Misalnya, penelitian hanya berfokus pada hubungan antara proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai. PTK yang dilakukan secara kelembagaan memiliki skop penelitian yang lebih luas dan ditujukan untuk perbaikan lembaga. Dengan demikian, dalam satu penelitian dapat ditetapkan beberapa topik area. Dalam PTK yang dilakukan secara kelembagaanpun melibatkan kolaborasi dapat dibangun secara luas dengan melibatkan banyak pihak yang terkait. Untuk sekolah, dapat melibatkan siswa, guru, karyawan, orang tua, kepala sekolah, dinas, dan dosen perguruan tinggi. Untuk perguruan tinggi, dapat melibatkan mahasiswa, dosen, karyawan, pihak pengguna, dan stakeholder ataupun yang lainnya.
Tujuan utama PTK yang dilakukan secara kelembagaan adalah untuk memajukan lembaga. Oleh karena itu, dapat dibuat kelompok-kelompok peneliti menurut topik-topik area yang relevan dengan kelompok yang bersangkutan. Menurut Kemmis dan McTaggart (1997) dalam PTK bentuk ini kelompok-kelompok kecil yang ada di dalamnya dapat melakukan kegiatan eksperimen untuk menguji beberapa inovasi untuk permasalahan yang ada.

D.Model-Model Tahapan PTK
Ada beberapa model pentahapan dalam PTK. Menurut Mc Taggart (1991) juga Kemmis dan McTaggart (1997) PTK dilakukan siklus demi siklus, sebelum memulai dengan siklus pertama diawali dengan (a) refleksi awal untuk melakukan penyidikan dalam upaya menetapkan topik area (thematic concern) yang akan diteliti, kemudian dilanjutkan dengan (b) perencanaan secara keseluruhan, (c) implementasi tindakan dan observasi, dan (d) refleksi. Memasuki siklus berikutnya dimulai dengan (a) tahap perencanaan lanjut sebagai revisi atas perencanaan yang disusun sebelumnya dengan memanfaatkan hasil refleksi, (b) pelaksanaan tindakan dan observasi lanjut , dan (c) refleksi lanjut.

Menurut McKernan (Hopkins, 1993) PTK dilakukan siklus demi siklus dan dimulai dengan tahapan siklus pertama yang diawali dengan (a) menetapkan permasalahan, (b) need assessment untuk mencari akar masalah, (c) perumusan gagasan hipotesis, (d) implementasi tindakan, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri dengan (f) pengambilan keputusan. Setelah siklus pertama dilanjutkan ke siklus berikutnya yang diawali kembali dengan: (a) menetapkan kembali permasalahan, (b) need assesment untuk mencari kembali akar permasalahan (c) perumusan hipotesis baru, (d) implementasi rencana, (e) evaluasi tindakan, dan diakhiri dengan (f) pengambilan keputusan. Jika disajikan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut.

Menurut Ebbutt (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi siklus. Pada siklus pertama diawal dengan (a) penetapan gagasan umum, (b) melakukan penyidikan (b) menyusun perencanaan secara keseluruhan, (c) pelaksanaan tindakan pertama, (d) monitoring dan penyidikan. Hasil monitoring dan penyidikan untuk (a) merevisi perencanaan secara keseluruhan yang sudah disusun, atau (b) untuk membenahi gagasan umum, atau (c) untuk memasuki tindakan berikutnya.
Menurut Elliott (Hopkins, 1993; McNiff, 1992) PTK dilakukan siklus demi siklus, (a) diawali dengan menemukenali gagasan awal, (b) penyidikan dengan mencari fakta dan menganalisisnya, (c) menyusun perencanaan umum yang terdiri dari beberapa tahapan tindakan, (d) melaksanakan tindakan tahap pertama, (e) memonitor pelaksanaan tahapan tindakan pertama dan melihat efeknya, (f) melakukan penyidikan untuk menemukan kegagalan/kesalahan tindakan dan efeknya. Hasil penyidikan dipakai untuk merevisi gagasan umum beserta tahapan-tahapan tindakannya, dan dilanjutkan dengan melaksanakan tahap-tahap tindakan yang sudah direvisi, dilanjutkan kembali dengan memonitor pelaksanaan tahapan-tahapan tindakan dan melakukan penyidikan kembali sebagai dasar untuk memasuki siklus berikutnya.

E.Penutup
Upaya peningkatan kualitas pembelajaran hendaknya perlu memperhatikan kebutuhan siswa, dan mengoptimalkan aktivitas siswa, siswa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Satu kesatuan antara antara; pokok bahasan, kompetensi yang harus dikuasai siswa, indikator pencapaian, meteri, KBM, metode, alatperaga dan evaluasi dalam pembelajaran memungkinkan guru mengungkap potensi siswa secara optimal. Hal ini berarti aktivitas mendidik, melatih dalam pembelajaran perlu diintegrasikan dalam tingkah laku dalam tugas dan hidup keseharian guru. Berbagai hal yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran yang inovatif perlu mendapatkan perhatian yang sebaik-baiknya. Upaya melatih sikap empati guru terhadap siswa maupun sejawat dalam diri seorang guru perlu mendapatkan perhatian yang optimal agar keahlian, kepakaran, tanggung jawab, profesionalitas dapat tempat yang prioritas bagi setiap guru.



Daftar Pustaka

Bambang Subali, dkk , 2006, Prinsip-Prinsip Monitoring dan Evaluasi Progran Lesson Study, Makalah Pelatihan Lesson Stady Bagi Guru-Guru Berprestasi dan Pengurus MGMP Se-Indonesia.

DGSE., 2002, Report on Validation and Socialization of the Guideline of Syllabi and Evaluation System of Competent-Based Curriculum for Mathematics in Manado, North Sulawesi. Jakarta: Depdiknas.

Suparwoto, dkk, 2006, Inovasi Pembelajaran MIPA Di Sekolah dan Alternatif Implementasinya, Makalah Pelatihan Lesson Stady Bagi Guru-Guru Berprestasi dan Pengurus MGMP Se-Indonesia.

Sukirman. 2006. Peningkatan Profesional Guru Melalui Lesson Study.Makalah Pelatihan Lesson Stady Bagi Guru-Guru Berprestasi dan Pengurus MGMP Se-Indonesia.
Fernandez, Clea and Yoshida, Makoto, 2004, Lesson Study : A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Garfield, J. (2006). Exploring the Impact of Lesson Study on Developing Effective
Statistics Curriculum. (Online): diambil tanggal 19-6-2006 dari: www.stat.auckland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc.

Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc.

Lincoln, Y. S., Guba, E.G., 1984, Naturalistic Inquiry, California: Sage Publication.

Morgan, Shawn. 2001. Teaching Math the Japanese Way (Online), Diambil tanggal 16 Mei 2005 dari: http://www.as1.org/alted/lessonstudy.htm,.

Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example of its adaptation to Israeli middle school teachers. (Online): stwww.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/ Robinson proposal.doc

Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn How to Improve Instruction. Nasional Staff Development Council. (Online): www.nsdc.org. 03/05/06.

Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan “Mimbar Pendidikan”, No.3. Th. XXIV: 24-32.

Saito, E., (2006). Development of school based in-service teacher training under the Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving Schools. Vol.9 (1): 47-59

Tim Piloting. (2002). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.

___________ .(2003). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.

___________. (2004). Laporan Kegiatan Piloting. Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.

4 komentar:

  1. Terima kasih pak atas share-nya. Minta Ijin untuk unduh ya. terimah kasih sekali lagi

    BalasHapus
  2. Terima KAsih Pak Atas Kisi-kisi yang diberikan


    IMAM PRABOWO A 310 100 027

    BalasHapus
  3. minta ijin saya kopi prof, trimakasih..

    BalasHapus
  4. Makasih pak cip, ijin mengkuip

    BalasHapus