Selamat Datang di Blog saya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selasa, 18 Mei 2010

Muatan Lokal

PROGRAM PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL
Bahan Kuliah ini diakses dari internet dari berbagai sumber mei 2010
A. Latar Belakang
Latar belakang adanya pengembangan muatan lokal antara lain: (1) otonomi daerah, (2) desentralisasi, (3) multikultural, (4) pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya, dan (5) Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestariaanya.
Pengembangan muatan lokal mengacu pada kondisi daerah dan kebutuhan daerah. Kondisi daerah berkaitan dengan lingkungan alam,lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya yang selalu berkembang. Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan arah perkembangan dan potensi yang ada di daerah.

B. Tujuan Mulok
Memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
Secara terperinci tujuan mulok agar perta didik dapat:(a)Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya (b)Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya (c)Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

C. Dasar Hukum Mulok
(1) UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, (2)Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) dan pasal 38 ayat (2), (3) Permen RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (4) Perda Kabupaten atau Kota Madya.


D. Penyusunan Muatan Lokal
Dalam penyusunan muatan lokal, sebagaimana dijelaskan oleh Dit. Pembinaan SMA (2009) :
1.Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik yang berkaitan dengan pengetahuan, cara berpikir, emosional, dan sosial
2.Pelaksanaan Mulok tidak mengganggu pelaksanaan komponen mata pelajaran (komponen A dalam struktur kurikulum)
3.Kegiatan pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik, oleh karena itu dalam pelaksanaan Mulok diharapkan tidak ada pekerjaan rumah (PR)
4.Program pembelajaran dikembangkan dengan melihat kedekatan secara fisik dan secara psikis
5.Bahan pembelajaran disusun berdasarkan prinsip (a) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (b) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (c) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (d) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit.
6.Bahan pembelajaran bermakna bagi peserta didik dan dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
7.Kompetensi dan materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi pendidik dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar;
8.Pendidik hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses pembelajaran baik secara mental, fisik, maupun sosial.
9.Materi pembelajaran muatan lokal harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik;
10.Muatan Lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas X s.d. XII. Muatan Lokal dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester atau dua semester/satu tahun pembelajaran
11.Alokasi waktu pembelajaran Muatan Lokal minimal 2 jam perminggu.

E.Pelaksanaan Mulok
Tahap I Analisis
Tahap II Pemilihan Muatan Lokal
Tahap III Pelaksanaan, meliputi;
1.Menentukan nama mata pelajaran Mulok
2.Membuat Silabus yang meliputi; Latar Belakang, SK,KD,indikator, Tujuan, Ruang Lingkup, Arah Pengembangan
3.Kelas Sasaran
4.Waktu pelaksanaan
5.System penilaian
6.Evaluasi pelaksanaan

F.Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Pengembangan Muatan Lokal; (1) Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, (2)Tim Pengembang Kurikulum Provinsi/Kabupaten/ Kota (3)LPMP
(4)LPTK dan atau Perguruan Tinggi (5)Instansi/lembaga di luar Dinas, misalnya: Pemerintah Daerah, dinas lain yang terkait, Dunia Usaha/Industri,(6)Tokoh Masyarakat.

G.Penilaian
Penilaian pencapaian SK maupun KD dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya, projek, produk, portofolio, dan penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok yang dilaksanakan.

Jumat, 14 Mei 2010

Jika Terjadi Perbedaan Pendapt

Muhammadiyah: Jika Terjadi Perbedaan Kembali pada Al Quran Dan Hadist
Oleh; Dr. H. Tjipto Subadi

A. Muhammadiyah Gerakan Tajdid
Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan, yang memiliki identitas sebagai (1) Gerakan Islam (2) Gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkaran, dan (3) Gerakan tajdid (gerakan pembaharuan). Ada tiga gerakan tajdid dalam dakwah Muhammadiyah yaitu (a) Tajdid di bidang aqidah Islamiyah, tajdid ini lebih mengutamakan upaya pemurnian aqidah Islam dari bahaya Kurafat, dan Syirik (b) Tajdid di bidang ibadah Islamiyah, tajdid ini lebih mengutamakan pemurnian ibadah Islamiyah dari bahaya bid’ah (c) Tajdid di bidang interpretasi Islamiyah, tajdid ini lebih menekankan pemurnian pemikiran dari bahaya tahayul.
Dalam Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terkandung 7 pokok pikiran, yaitu: (1)Hidup manusia harus berdasar tauhid Allah, ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah (2) Hidup bermasyarakat merupakan sunnatullah (3) Hanya dengan hukum Allah tata kehidupan sosial dapat berjalan dan berkembang secara positif (4) Penempatan Islam sebagai sumber hukum tertinggi merupakan kewajiban manusia (5) Agama Islam adalah agama seluruh utusan Allah, yang mana pengamalannya dengan Ittiba’ Rasul (6) Organisasi merupakan alat realisasi ajaran Islam dalam hidup sosial (7) Tujuan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur, yang diridlai Allah swt.
Awal dakwah yang dilakukan pendiri Muhammadiyah (KH. A. Dahlan) adalah memulai membenarkan kehidupan masyarakat Islam di sekitar rumah beliau yakni memberantas penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah, Kurafatdan dan, Syirik). Ada 9 penyakit TBC menurut faham KH.A. Dahlan yang harus dijauhi dan ditinggalkan oleh umat Islam, yaitu: (1) Selamatan pada waktu ibu mengandung 7 bulan (2) Selamatan pada waktu kelahiran atau puputan (3) Selamatan kematian, baik selamatan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan hari ke 1000 (4) Ziarah kubur yang ditentukan setiap bulan Sya’ban, atau disebut bulan Ruwah yang berarti roh (5) Permintaan keselamatan dan kesuksesan pada kuburan-kuburan para wali atau orang yang dianggap suci (6) Bacaan-bacaan tahlil untuk dikirim kepada orang yang meninggal (7) Selawatan (membaca shalawat dengan memakai terbang) (8) Takhayul lailatul qadar yang dijalankan dengan mengelilingi benteng Kraton dan pohon beringin Yogyakarta (9) Kepercayaan pada jimat-jimat. Allah berfirman dalam Al Quran Surat An Nisa’:48
اِنَّ الله َ لاَيَغْفِرُ اَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُوْنَ ذَالِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى اِثْمًا عَظِيْمًا (النساء:٤٨)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang lain selain dari dosa syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. dan barang siapa yang mempersekutu kan Allah sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisa’:48)
B. Jika Berbeda Pendapat Kembali Al Quran dan Hadist
Banyak kita jumpai cara beribadah umat Islam berbeda-beda, padahal Tuhannya satu (Allah SWT), Kitabnya satu (Al-Quran), Nabinya sama (Nabi Muhammad SAW). Tapi mengapa terjadi perbedaan dalam beribadah kepada Allah? Firman Allah Surat Al Ahzab 36,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
Tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula patut bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Surat Al Maidah: 44,45 dan 47
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُون وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
......Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah (hukum Allah), maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir . Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah (hukum Allah), maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim . Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah (hukum Allah), maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq
Al Quran Surat An Nisa’ 59
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ الله َ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً(النساء:٥٩)

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan rasul dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An Nisa’:59)
Misalnya perbedaan berdo’a dengan suara keras dan diaminkan jamaah. Maka untuk menyelesaikan perbedaan tersebut, dianjurkan untuk kembali pada Al Quran dan Hadits
Syariat tentang berdoa
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ (الاعراف:٢٠٥)

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS Al A’roof’:205)
اُدْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (الاعراف:٥٥)

“Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS Al A’roof’:55)
Sebab jika tdk kembali pada Al Quran dan Sunnah, maka jika itu ibadah dikhawatirkan bid’ah
Nabi bersabda
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barang siapa yang melakukan ibadah yang tidak ada dasar dari ajaran kami, maka amalannya tertolak
فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَ ثَةٍ بِدْ عَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاََ لََةٌ وَكُلَّ ضَلاَ لَةٍ فِي النَّارِ

Setiap ibadah yang di buat-buat adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah neraka tempatnya.
أَمَّا بَعْدُ فَإِنْ َخَيْرَ الْحَدِِيثٍ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ (رواه مسلم)
“Amma ba’du! Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad!”.
SEMOGA BERMANFAAT AMIN

Selasa, 11 Mei 2010

Fenomenologi, first order understanding dan second order understanding.

Penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang biasa dalam situasi tertentu Pendekatan ini menghendaki adanya sejumlah asumsi yang berlainan dengan cara yang digunakan untuk mendekati perilaku orang dengan maksud menemukan “fakta” atau “penyebab”.
Penyelidikan fenomenologis bermula dari diam. Keadaan “diam” merupakan upaya untuk menangkap apa yang dipelajari dengan menekankan pada aspek-aspek subyektif dari perilaku manusia. Fenomenologis berusaha untuk bisa masuk ke dalam dunia konseptual subyek penyelidikannya agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subyek tersebut di sekitar kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-harinya.
Singkatnya, peneliti berusaha memahami subyek dari sudut pandang subyek itu sendiri, dengan tidak mengabaikan membuat penafsiran, dengan membuat skema konseptual. Hal ini berarti bahwa peneliti menekankan pada hal-hal subyektif, tetapi tidak menolak realitas “di sana” yang ada pada manusia dan yang mampu menahan tindakan terhadapnya
Para peneliti kualitatif menekankan pemikiran subyektik karena menurut pandangannya dunia itu dikuasai oleh angan-angan yang mengandung hal-hal yang lebih bersifat simbolis dari pada konkret. Jika peneliti menggunakan perspektif fenomenologi dengan paradigma definisi sosial biasanya penelitian ini bergerak pada kajian mikro.
Perspektif fenomenologi dengan paradigma definisi sosial ini akan memberi peluang individu sebagai subjek penelitian (informan penelitian) melakukan interpretasi, dan kemudian peneliti melakukan interpretasi terhadap interpretasi itu sampai mendapatkan makna yang berkaitan dengan pokok masalah penelitian,dalam hal demikuan Berger menyebutnya dengan first order understanding dan second order understanding.
First order understanding dimaksudkan peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada pihak yang diteliti/informan penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan kemudian informan memberikan interpretasi (jawaban) atas pertanyaan-pertanyaan tersebut guna memberikan penjelasan yang benar tentang permasalahan-permasalahan penelitian tersebut.
Second order understanding, dalam hal ini peneliti memberikan interpretasi terhadap interpretasi informan tersebut di atas sampai memperoleh suatu makna yang baru dan benar (ilmiah), tetapi tidak boleh bertentangan dengan interpretasi dari informan penelitian.

Paradigma Penelitian Kualitatif

A. Paradigma Penelitian Kualitatif
Paradigma adalah pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang semestinya dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolah. Paradigma adalah kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dan membantu membedakan antara instrumen-instrumen ilmuwan yang satu dengan komunitas ilmuwan yang lain. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan dan menghubungkan antara teori-teori, metode-metode serta instrumen-instrumen yang terdapat di dalamnya.
Dalam kajian-kajian sosial termasuk juga kajian pendidikan, menurut Ritzer terdapat tiga paradigma, yaitu; (1) paradigma fakta sosial, (2) paradigma definisi sosial, dan (3) paradigma perilaku sosial.
Peneliti yang bekerja dalam paradigma fakta sosial memusatkan perhatiannya kepada struktur makro (mocrokospik) masyarakat, teori yang digunakan dalam kajian paradigm fakta social adalah teori-teori makro misalnya; teori fungsionalisme struktural dan teori konflik, kecenderungannya menggunakan metode interview/kuesioner dalam pengumpulan data. Sedangkan peneliti yang menerima paradigma definisi sosial memusatkan perhatiannya pada aksi dan interaksi sosial yang ditelorkan oleh proses berfikir, sebagai pokok persoalan kajian dan kecenderungannya bergerak dalam kajian mikro, teori yang digunakan antara lain; teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi, etnometodologi, metode pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Peneliti yang menerima paradigma perilaku sosial mencurahkan perhatiannya pada tingkah-laku dan perulangan tingkah laku sebagai pokok persoalan kajian mereka, teori yang digunakan cenderung menggunakan teori pertukaran dan eksperimen, bergerak dalam kajian mikro dengan metode pengumpulan data Observasi dan wawancara

B. Hakikat Penelitian Kualitatif
Membahas penelitian kualitatif berarti membahas sebuah metode penelitian kualitatif yang di dalamnya akan dibahas pula pandangan secara filsafati dari suatu penelitian mengenai disciplined inquary dan realitas dari subjek penelitian dalam kebiasaan peneltian ilmu-ilmu sosial termasuk penelitian pendidikan dan agama, termasuk di dalamnya akan dibahas pula metode yang digunakan dalam penelitian.
Metode penelitian kualitatif sudah menjadi tradisi ilmiah digunakan dalam penelitian bidang ilmu khususnya ilmu-ilmu sosial, budaya, psikologi dan pendidikan. Bahkan dalam tradisi penelitian terapan, metode ini sudah banyak diminati karena manfaatnya lebih bisa difahami dan secara langsung bisa mengarah pada tindakan kebijakan bila dibanding dengan penelitian kuantitatif. Istilah lain penelitian kualitatif adalah penelitian naturalistik, pasca-positivistik, fenomenologis, etnografik, studi kasus, humanistik.
Penelitian kualitatif lahir dan berkembang sebagai konsekuensi metodologis dari paradigma interpretevisme. Suatu paradigma yang lebih idealistik dan humanistik dalam memandang hakikat manusia. Manusia dipandang sebagai makhluk berkesadaran, yang tindakan-tindakannya bersifat intensional, melibatkan interpretatif dan pemaknaan.
Berdasarkan pandangan tersebut, diyakini bahwa tindakan atau prilaku manusia bukanlah suatu reaksi yang bersifat otomatis dan mikanistik ala S-R sebagaimana aksioma aliran behaviorisme, melainkan suatu pilihan yang diminati berdasarkan kesadaran,interpretasi dan makna-makna tertentu. Karena itu studi terhadap dunia kehidupan manusia menurut Wayan Ardhana Dkk (dalam Metodologi Penelitian Pendidikan, 2001: 91-92) haruslah difokuskan dan bermuara pada upaya pemahaman (understanding) terhadap apa yang terpola berupa reasons dalam dunia makna para pelakuknya. Yang tergolong reasons dalam dunia makna para pelaku itu bisa berupa frame atau pola pikir tertentu, rasionalitas tertentu, etika tertentu, tema atau nilai budaya tertentu. Itulah sasaran tembak yang diburu dalam tradisi penelitian kualitatif. Yang secara singakt bisa disebut sebagai upaya understanding of understanding. Yang diburu adalah pemahaman terhadap fenomena sosial (siapa melakukan apa) berdasarkan apa yang terkonstruksi dalam dunia makna atau pemahaman manusia pelakuknya itu sendiri. Disitulah letak hakekat (esensi) dari apa yang disebut penelitian kualitatif. Upaya understanding of understanding yang menjadi kiblat tersebut merupakan tawaran metodologi alternatif terhadap tradisi penelitian kuantitatif (paradigma positivisme).

D. Karakteristik Penelitian Kualitatif
1. Berpegang pada pandangan bahwa realitas sosial itu bersifat maknawi, yaitu tak terlepas dari sudut pandang, frame, definisi dan atau makna yang terdapat pada diri manusia yang memandangnya.
2. Mengacu pada pemikiran teoretis yang menempatkan manusia sebagai aktor, setidak-tidaknya sebagai agen (bukan sekedar role player) sebagaimana yang ditawarkan oleh sejumlah aliran teori seperti fenomenologi, etnometodologi, interaksionisme simbolik, serta teori budaya ideasionalisme.
3. Tertuju untuk memahami makna yang tersembunyi di balik suatu tindakan, “perilaku”, atau hasil karya yang dijadikan fokus penelitian.
4. Penelitian dilakukan pada latar yang sifatnya alamiah (natural setting), bukan pada situasi buatan.
5. Dalam pelaksanaan penelitian, instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri karena dialah yang harus secara jeli dan cerdas menentukan arah “penyelidikan dan penyidikan” (sesuai dengan perkembangan data yang diperoleh) di dalam proses pengumpulan dan analisa data.
6. Kegiatan pengumpulan data dan analisis data berlangsung serempak (simultan), serta prosesnya tidak berlangsung linear sebagaimana studi verikatif konvensional, melainkan lebih berbentuk siklus dan interaktif antara kegiatan koleksi data, reduksi data, pemaparan data dan penarikan kesimpulan.
7. Teknik observasi dan wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam proses pengumpulan data di lapangan. Observasi diperlukan untuk memahami pattern of life yang dijadikan fokus penelitian, sedangkan wawancara mendalam diperlukan untuk menyingkap dunia makna yang tersembunyi sebagai pattern for life.
8. Data hasil observasi dan wawancara (termasuk data yang diperoleh dengan teknik-teknik lain) dijadikan dasar dari konseptualisasi dan kategorisasi, baik dalam rangka penyusunan deskripsi maupun pengembangan teori (theory building) sehingga setiap konsep, kategori, deskripsi dan teori yang dihasilkan benar-benar berdasarkan data.
9. Untuk mencapai tujuan understanding of understanding, sangat mempedulikan dan bahkan mengutamakan perspektif emik ketimbang perspektif etik.
10. Lebih mempedulikan segi kedalaman ketimbang segi keluasan cakupan dari suatu penelitian.
11. Generalisasinya lebih bersifat tranferabilitas ketimbang statiskal ala penelitian kuantitatif konvensional.
12. Mengacu pada konsep dan teknik theoretical sampling ketimbang pada konsep dan teknik statistical sampling ala penelitian kuantitatif konvensional.
13. Berpegang pada patokan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas guna menghasilkan temuan penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Rabu, 05 Mei 2010

Prinsip Islam dan Kesehatan

Al Quran dan Kesehatan
Oleh: Tjipto Subadi

Gratis, dipersilahkan meng-copy

Tulisan ini diunduh dari Makalah Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Yang berjudul Wawasan Al-Qur'an




Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah.
Al-Biqa'i dalam tafsirnya mengenai surah Al-Fatihah
mengemukakan sabda Nabi Saw.,

Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia
mendidik hamba-hamba-Nya.

Pendapat ini didukung oleh kandungan pengertian takwa yang
pada dasarnya berarti menghindar dari siksa Allah di dunia dan
di akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat pelanggaran
terhadap hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan
bahwa makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang yang
makan makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah Tuhan,
sehingga penyakit merupakan siksa-Nya di dunia yang harus
dihindari oleh orang yang bertakwa.

Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar
berobat pada saat ditimpa penyakit.

Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan
Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya,
selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan (HR Abu Daud
dan At-Tirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).

Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang
keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat
dari Al-Quran dan hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam
upaya kesehatan dan pengobatan. Sebagai contoh dapat
dikemukakan persoalan transplantasi, baik dari donor hidup
maupun donor yang telah meninggal dunia. Beberapa prinsip dan
kesepakatan dalam bidang hukum agama yang berkaitan dengan
topik bahasan ini dapat membantu menemukan pandangan Islam
dalam persoalan dimaksud. Prinsip-prinsip dimaksud antara 1ain
adalah:

1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal,
kesehatan, dan harta benda umat manusia.

2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah
yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk
disalahgunakan atau diperjualbelikan.

3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang
dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa
membedakan ras atau agama.

4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang
hidup, maupun yang telah wafat.

5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang
hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah
kepentingan orang yang hidup.

Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan
bahwa transplantasi dapat dibenarkan selama tidak
diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia --yang hidup
maupun yang mati-- terjaga sepenuhnya. Salah satu jaminan
tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga.

Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang
kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia
mungkin dapat menyalahqunakan kesehatannya, dan ini dapat
mengakibatkan dosa, terutama bagi "pemilik" organ (jenazah),
atau orang yang mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak
sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan
mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungl.awaban dari
seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara
sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:

Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu,
tetapi memandang hati dan perbuatan kamu.

Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh
Muslim. Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat
mengurangi kalau enggan berkata "menghilangkan" kekhawatiran
di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama
manusia, dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak
akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru,
maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin
sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu
saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula
peranan izin.

Dapat ditambahkan bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang
siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan
menghidupkan manusia semuanya..." (QS Al-Maidah [5): 32).
"Menghidupkan" di sini bukan saja yang berarti "memelihara
kehidupan", tetapi juga dapat mencakup upaya "memperpanjang
harapan hidup" dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.

Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat Al-Quran dipahami
dalam konteks peristiwa paling mutakhir dalam bidang
kesehatan.

Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya
hanyalah "sebab", sedangkan penyebab sesungguhnya di balik
sebab atau upaya itu adalah Allah Swt., seperti ucapan Nabi
Ibrahim a.s. yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara'
(26): 80'

Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan
aku.

KESEHATAN MENTAL

Nabi Saw. juga mengisyaratkan bahwa ada keluhan fisik yang
terjadi karena gangguan mental. Seseorang datang mengeluhkan
penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat
berkali-kali, tetapi tidak kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi
Saw. bahwa, "Perut saudaramu berbohong" (HR Bukhari).

Al-Quran Al-Karim memang banyak berbicara tentang penyakit
jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai oleh Al-Quran sebagai
orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya.

Dari hadis-hadis Nabi diperoleh petunjuk, bahwa sebagian
kompleks kejiwaan tercipta pada saat janin masih berada di
perut ibu, atau bahkan pada saat hubungan seks (pertemuan
sperma dan ovum), demikian juga ketika bayi masih dalam
buaian.

Karena itu, Islam memerintahkan kepada para ibu dan bapak agar
menciptakan suasana tenang, dan mengamalkan ajaran agama pada
saat bayi berada dalam kandungan, sebagaimana memerintahkan
kepada para orang-tua untuk memperlakukan anak-anak mereka
secara wajar.

Dalam suatu riwayat diungkapkan ada seorang anak yang sedang
digendong, kemudian pipis membasahi pakaian Nabi. Ibunya
merenggut bayi tersebut dengan kasar. Namun Nabi menegurnya
dengan bersabda,

Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut dia dengan
kasar. Pakaian ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi
apa yang dapat menjernihkan hati sang anak (yang engkau
renggut dengan kasar)?

Seperti diungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, sebagian
kompleks kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat diketahui
penyebab utamanya pada perlakuan yang diterimanya sebelum
dewasa.

Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Islam tentang
penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal, yang boleh jadi
tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern.

Dalam Al-Quran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fi
qulubihim maradh,

Kata qalb atau qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan
hati. Sedang kata maradh biasa diartikan sebagai penyakit.
Secara rinci pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata
tersebut sebagai "segala sesuatu yang mengakibatkan manusia
melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada
terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya
amal seseorang."

Terlampauinya batas kesimbangan tersebut dapat berbentuk gerak
ke arah berlebihan, dan dapat pula ke arah kekurangan.

Dari sini dapat dikatakan bahwa Al-Quran memperkenalkan adanya
penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang menimpa akal.

Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan
adalah semacam kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena
kekurangan adalah ketidaktahuan akibat kurangnya pendidikan.
Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda.
Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari
ketidaktahuannya pada hakikatnya menderita penyakit akal
berganda.

Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan penderitanya
pada keraguan dan kebimbangan.

Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan
bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme,
loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk
keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas,
pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena
kekurangannya.

Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah
mereka yang terbebas dari penyakit-penyakit tersebut, seperti
bunyi firman Allah dalam surat Al-Syu'ara' (26): 88-89:

Pada hari (akhirat) harta dan anak-anak tidak berguna
(tetapi yang berguna tiada lain) kecuali yang datang
kepada Allah dengan hati yang sehat.

Islam mendorong manusia agar memiliki kalbu yang sehat dari
segala macam penyakit dengan jalan bertobat, dan mendekatkan
diri kepada Tuhan, karena:

Sesungguhnya dengan mengingat Allah jiwa akan
memperoleh ketenangan (QS Al-Ra'd [13]: 28).

Itulah sebagian tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. tentang
kesehatan.[]

Minggu, 02 Mei 2010

KTSP 1

KTSP (Kuri¬kulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Diakses dari presiriau.com/...pendidikan/ktsp-kuri¬kulum-tingkat-satuan-pendidikan/
3 Mei 2010 jam 06.15


Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat telah terjadi perubahan, penyempurnaan kurikulum. Yang di mulai tahun 1960, 1968, 1975, 1964, 1994, 2004 dan sekarang 2006. Untuk kurikulum tahun 2006 lebih populer dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kalau kita baca pada Harian Kompas tanggal 23 September 2006, di tulis oleh M Basuki Sugita. Mulai tahun pelajaran 2006/2007, Depdiknas meluncurkan Kuri¬kulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau akrab disebut Kurikulum 2006. KTSP memberi keleluasaan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memerhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar. Ketua BSNP pada waktu itu Bambang Suhendro , menegaskan, tahun 2006 Kurikulum 2006 merupakan hasil kreasi dari guru-guru di sekolah berdasarkan standar isi dan standar kompetensi.
Hal sama juga dikemukakan Djaali, Sekretaris BSNP. “Terbitnya peraturan menteri tentang standar isi dan standar kompetensi itu kelak menandai diserahkannya kewenangan kepada guru untuk menyusun kurikulum bartt,” Bambang menjelaskan, kurikulum 2006 lebih memberdayakan guru untuk membuat konsep pembelajaran yang membumi sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah. Dalam standar isi tercakup struktur, beban, dan jam pelajaran.
Demikian pula apa yang dikatakan dalam Surat Kabar Harian Kompas tanggal 29 September 2006, E Baskoro Poedjinoegroho menyatakan Kurikulum 2006 yang diperkenalkan dengan nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), merupakan hasil penegasan dari atau sejalan dengan kebijakan desentralisasi. Ini merupakan sebuah konsep yang indah karena memberikan peluang yang sebesar-besamya kepada daerah untuk berkembang.
Dengan ini, seluruh potensi setempat diharapkan dapat didayagunakan demi pengembangan setempat. Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah, paradigma yang sama juga ingin diberlakukan, yakni Satuan pendidikan menjadi mandiri (?) dan diberi kesempatan mengerahkan seluruh potensi demi kemajuan pendidikan yang kontekstual, meski harus disadari, hal ini tidak mudah dilaksanakan.
Sudaryanto pada Harian Kompas, tanggal 18 September 2006, Mendiknas Bambang Sudibyo menegaskan bahwa tidak ada perubahan drastis dalam kurikulum baru. Kurikulum baru yang dimaksud ialah kurikulum tingkat satuan pendidikan mulai akrab disebut Kurikulum 2006, yang diolah berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan produk Badan Standar Nasional Pendidikan alias BSNP.
Dalam kurikulum baru ini guru diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum, dan murid sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Dari situlah diharapkan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat memenuhi standarisasi evaluasi belajar siswa.
Kecenderungan selama ini, terutama ketika muncul tanda-tanda pergantian kurikulum, selalu tidak diperhitungkan matang. Buktinya, saat ini di berbagai jenjang sekolah di Indonesia menggunakan tiga jenis kurikulum secara bersamaan (Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan Kurikulum 2006 berlabel KTSP. Di sejumlah sekolah saat ini berlangsung uji coba Kurikulum 2004. Dengan adanya dua-tiga kurikulum berbeda untuk generasi yang hampir seangkatan, bisa dibayangkan bagaimana gamangnya arah dan visi pendidikan nasional kita.
Di sinilah aspek kesinambungan, khususnya terkait dengan aspek urgensi, substansi, dan implementasi suatu kurikulum di sekolah jadi terabaikan. Implikasinya, para siswa dan guru menjadi korban dari perubahan kurikulum, dan hal ini patut mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.
Masuk akal jika muncul pendapat bahwa rencana pergantian kurikulum itu lebih bersifat proyek ketimbang mempertimbangkan aspek urgensi, substansi, dan implementasinya. Hal ini bisa kita analogikan mirip dengan terapi yang salah dalam mengobati penyakit. Mestinya kaki yang gatal kok temyata yang diobati kepala. Untuk itu, kita amat menekankan bahwa mengganti kurikulum tidaklah sesederhana mengubah metodologi pembelajaran di kelas).
Prasetyo Utomo, 2006, Keuntungan yang bisa diraih guru dengan Kurikulum 2006 ini adalah keleluasaan memilih bahan ajar dan peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Guru dapat memusat¬kan perhatian pada pengembangan kompetensi peserta didik dengan menyediakan aneka ragam kegiatan belajar-mengajar dan sumber belajar.
Diharapkan guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya. Sekolah dipacu untuk dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dideskripsikan kompetensi dasar, dijabarkan indikator, dan bahkan dipetakan pula materi pokok pelajaran. Dalam Kurikulum 2006 hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang mesti menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat anak didik. Semoga.